Islam edia - Warga Suriah hijrah meninggalkan rezim brutal dan represif di negerinya. Jutaan dari mereka berbondong-bondong mengungsi ke Tu...
Islamedia - Warga Suriah hijrah meninggalkan rezim brutal dan represif di negerinya. Jutaan dari mereka berbondong-bondong mengungsi ke Turki. Tak hanya menemukan atap untuk berteduh, banyak dari para pengungsi itu yang menjadi entrepreneur dan memulai bisnis mereka sendiri.
Salah seorang di antaranya ialah muslimah Suriah bernama Duaa Al-Husain. Ia masih berusia 19 tahun kala datang ke Turki pada tahun 2013. Bersama keluarga besarnya, ia pergi menyelamatkan diri dari konflik bersenjata dan penindasan rezim tiran.
"Keluarga kami dulunya tinggal di Damaskus. Bombardir dan tekanan dari pihak rezim tersebar di mana-mana. Kami tidak bisa pergi ke mana-mana. Aparat keamanan menciduk orang seenaknya ke penjara tanpa diperiksa. Banyak teman-teman dan kerabatku yang tewas terbunuh," tutur Al-Hussain.
Dua tahun berlalu, dara umur 21 tahun itu kini mengelola bisnis sendiri di Istanbul bersama rekannya. Mereka bekerja memasarkan dan menjual real estate kepada orang-orang yang berasal dari negara berbahasa Arab.
"Aku punya delapan orang karyawan dan tiga kantor di Istanbul," kata Al-Hussain kepada kantor berita Anadolu pada Senin (14/12) kemarin. "Turki telah begitu baik untukku."
Pengungsi Suriah lainnya, Kinan Al-Kurdi, 38 tahun, datang ke Turki tanpa sepeserpun uang pada tahun 2012. "Aku memulai hidup baruku layaknya seorang bayi baru lahir. Aku memulai perjalanan bisnisku sebagai manajer usaha waralaba di sebuah perusahaan furnitur Turki. Setelah beberapa lama, aku mulai mengelola showroom-ku sendiri di Istanbul (dengan fokus pada) produk furnitur untuk anak," cerita Al-Kurdi dalam wawancaranya hari Senin (14/12) kemarin.
Konflik Suriah hingga kini telah menyebabkan 4 juta warganya (seperenam dari total populasi) pergi mencari perlindungan di negeri-negeri tetangga. Menurut PBB, kondisi itu merupakan krisis pengungsi terbesar selama seperempat abad terakhir.
Turki pun kini menjadi negara penampung pengungsi terbanyak di dunia, dengan adanya 2.291.900 pengungsi Suriah.
Di kebanyakan negara, khususnya di negara-negara maju, para pengungsi yang menjauhkan diri dari perang dan konflik itu tidak diperbolehkan mencari pekerjaan, dan ditambah lagi akan mendapat hukuman jika diketahui bekerja di sektor informal.
Tetapi di Turki, situasinya berbeda. Pemerintah Turki mengeluarkan izin penduduk bagi para pengungsi Suriah yang telah terdaftar dalam sistem. Warga Suriah yang memegang surat izin tersebut pun berhak untuk bekerja di Turki dan berhak pula menikmati layanan kesehatan secara cuma-cuma.
Bagi Alhusain, dukungan dari pihak Turki itu membuatnya terbantu. Dia mendapat kesempatan untuk belajar bahasa Turki dan merengkuh pendidikan tinggi. Dengan status sebagai pengungsi, di bangku kuliah itulah bidang real estate dia dalami.
Kini dia menjalankan bisnis real estate yang terbilang sukses, ditunjang keunggulannya karena mampu bercakap-cakap dalam bahasa Arab.
"Kami menjalin hubungan dengan kalangan berbahasa Arab yang ingin berinvestasi di Turki," kata Al-Husain. "Bisnisnya berjalan baik. Kami berencana untuk melakukan diversifikasi usaha, masuk ke bidang ekspor dan pariwisata."
Al-Husain memuji keramahtamahan warga Turki terhadap para pengungsi Suriah. Sebagai negara yang menampung jumlah pengungsi terbesar, Turki sejauh ini telah membelanjakan hampir 9 milyar dollar untuk menolong 2.3 juta pengungsi Suriah.
"Tidak ada satupun negara lain yang berbuat seperti yang dilakukan Turki bagi para pengungsi Suriah. Negeri yang indah ini membuka pintu seluas-luasnya bagi pengungsi Suriah sepertiku," tambah Al-Husain. "Aku ingin berterimakasih kepada rakyat Turki dan khususnya pemimpin negeri ini, Recep Tayyip Erdogan."
Perasaan serupa juga diungkapkan Al-Kurdi. Dia merasa berterimakasih kepada Turki. "Kami punya dua target: untuk bekerja keras dan untuk menjadi tamu yang baik."
Berkat bantuan Turki pula, Al-Kurdi dapat belajar bahasa negeri khilafah Utsmani itu.
"Memang ada satu dua kendala, seperti mencarikan sekolah buat anak-anak saya. Tetapi, alhamdulillah, saya tidak pergi ke Yunani atau Eropa. Saya dapat menjalani hidup di sini, di Turki," pungkasnya. (ismed/aacomtr)
Salah seorang di antaranya ialah muslimah Suriah bernama Duaa Al-Husain. Ia masih berusia 19 tahun kala datang ke Turki pada tahun 2013. Bersama keluarga besarnya, ia pergi menyelamatkan diri dari konflik bersenjata dan penindasan rezim tiran.
"Keluarga kami dulunya tinggal di Damaskus. Bombardir dan tekanan dari pihak rezim tersebar di mana-mana. Kami tidak bisa pergi ke mana-mana. Aparat keamanan menciduk orang seenaknya ke penjara tanpa diperiksa. Banyak teman-teman dan kerabatku yang tewas terbunuh," tutur Al-Hussain.
Dua tahun berlalu, dara umur 21 tahun itu kini mengelola bisnis sendiri di Istanbul bersama rekannya. Mereka bekerja memasarkan dan menjual real estate kepada orang-orang yang berasal dari negara berbahasa Arab.
"Aku punya delapan orang karyawan dan tiga kantor di Istanbul," kata Al-Hussain kepada kantor berita Anadolu pada Senin (14/12) kemarin. "Turki telah begitu baik untukku."
Pengungsi Suriah lainnya, Kinan Al-Kurdi, 38 tahun, datang ke Turki tanpa sepeserpun uang pada tahun 2012. "Aku memulai hidup baruku layaknya seorang bayi baru lahir. Aku memulai perjalanan bisnisku sebagai manajer usaha waralaba di sebuah perusahaan furnitur Turki. Setelah beberapa lama, aku mulai mengelola showroom-ku sendiri di Istanbul (dengan fokus pada) produk furnitur untuk anak," cerita Al-Kurdi dalam wawancaranya hari Senin (14/12) kemarin.
Konflik Suriah hingga kini telah menyebabkan 4 juta warganya (seperenam dari total populasi) pergi mencari perlindungan di negeri-negeri tetangga. Menurut PBB, kondisi itu merupakan krisis pengungsi terbesar selama seperempat abad terakhir.
Turki pun kini menjadi negara penampung pengungsi terbanyak di dunia, dengan adanya 2.291.900 pengungsi Suriah.
Di kebanyakan negara, khususnya di negara-negara maju, para pengungsi yang menjauhkan diri dari perang dan konflik itu tidak diperbolehkan mencari pekerjaan, dan ditambah lagi akan mendapat hukuman jika diketahui bekerja di sektor informal.
Tetapi di Turki, situasinya berbeda. Pemerintah Turki mengeluarkan izin penduduk bagi para pengungsi Suriah yang telah terdaftar dalam sistem. Warga Suriah yang memegang surat izin tersebut pun berhak untuk bekerja di Turki dan berhak pula menikmati layanan kesehatan secara cuma-cuma.
Bagi Alhusain, dukungan dari pihak Turki itu membuatnya terbantu. Dia mendapat kesempatan untuk belajar bahasa Turki dan merengkuh pendidikan tinggi. Dengan status sebagai pengungsi, di bangku kuliah itulah bidang real estate dia dalami.
Kini dia menjalankan bisnis real estate yang terbilang sukses, ditunjang keunggulannya karena mampu bercakap-cakap dalam bahasa Arab.
"Kami menjalin hubungan dengan kalangan berbahasa Arab yang ingin berinvestasi di Turki," kata Al-Husain. "Bisnisnya berjalan baik. Kami berencana untuk melakukan diversifikasi usaha, masuk ke bidang ekspor dan pariwisata."
Al-Husain memuji keramahtamahan warga Turki terhadap para pengungsi Suriah. Sebagai negara yang menampung jumlah pengungsi terbesar, Turki sejauh ini telah membelanjakan hampir 9 milyar dollar untuk menolong 2.3 juta pengungsi Suriah.
"Tidak ada satupun negara lain yang berbuat seperti yang dilakukan Turki bagi para pengungsi Suriah. Negeri yang indah ini membuka pintu seluas-luasnya bagi pengungsi Suriah sepertiku," tambah Al-Husain. "Aku ingin berterimakasih kepada rakyat Turki dan khususnya pemimpin negeri ini, Recep Tayyip Erdogan."
Perasaan serupa juga diungkapkan Al-Kurdi. Dia merasa berterimakasih kepada Turki. "Kami punya dua target: untuk bekerja keras dan untuk menjadi tamu yang baik."
Berkat bantuan Turki pula, Al-Kurdi dapat belajar bahasa negeri khilafah Utsmani itu.
"Memang ada satu dua kendala, seperti mencarikan sekolah buat anak-anak saya. Tetapi, alhamdulillah, saya tidak pergi ke Yunani atau Eropa. Saya dapat menjalani hidup di sini, di Turki," pungkasnya. (ismed/aacomtr)