Islam edia - Sebagian orang ada yang punya hobi unik. Membongkar aib, mencela, dan memaki para ulama, da’i, dan muballigh, seakan itu amal ...
Islamedia - Sebagian orang ada yang punya hobi unik. Membongkar aib, mencela, dan memaki para ulama, da’i, dan muballigh, seakan itu amal shalih tertinggi dan seolah untuk itu mereka dilahirkan. Mereka melakukan legitimasi dengan berdalih bahwa itu termasuk ghibah yang diperbolehkan sebagaimana yang dirinci oleh Imam An Nawawi Rahimahullah dalam Riyadhushshalihin. Padahal para ulama, da’i, dan muballigh yang mereka cela itu tidak memenuhi syarat sedikit pun untuk dighibahi tapi dengan takalluf (maksain) perbuatan ini menjadi halal baginya.
Alasan lain, mereka anggap yang mereka lakukan adalah menilai manusia dengan kaidah dan prinsip al jarh wat ta’dil, yaitu prinsip yang dipakai para imam hadits untuk meneliti kelayakan seorang perawi hadits dalam membawa hadits, berita, dan riwayat. Ketika seorang ulama, da’i, dan muballigh, memiliki kesalahan –dan pastinya setiap manusia punya salah- mereka anggap itu adalah jarh (kritik-cacat) padanya yang membuatnya tidak boleh lagi didengar kajiannya, perkataannya, bukunya, dan apa pun yang berasal darinya, walau pun ada manusia lain memujinya (ta’dil). Mereka anggap, cacat yang ada pada da’i ini lebih dipertimbangkan dibanding pujian manusia baginya, apalagi jika pujian tersebut masih umum sementara pencacatan tentangnya lebih rinci dan banyak. Istilahnya al jarh al mufassar muqaddamun ‘alat ta’dilil ‘aam – kritikan yang terperinci lebih didahulukan dibanding pujian yang masih umum.
Apakah bisa dibenarkan apa yang mereka lakukan ini? Yakni menggunakan kaidah Al Jarh wat Ta’dil untuk menilai para ulama, da’i, dan muballigh zaman ini, yang dengan itu mereka bisa diambil ilmunya atau tidak. Akhirnya, mereka menolak ilmu dari ulama mana pun, hanya mau menerima dari golongannya saja, dengan alasan bahwa yang lainnya tidak selamat dari jarh. Lucunya, pihak yang melakukan jarh (ahlut tajrih) juga di jarh oleh yang lainnya.
Mereka tolak Al Banna, Quthb bersaudara, Sayyid Sabiq, Al Qaradhawi, Salman Al ‘Audah, ‘Aidh Al Qarni, Safar Al Hawali, Mutawalli Asy Sya’rawi, Abdul Hamid Kisyk, Abul A’la Al Maududi, Abul Hasan An Nadwi, Jasim Al Muhalhil, Abdul Fattah Abu Ghuddah, Ahmad Ar Rasyid, Taufiq Al Wa’i, Abdurrahman Abdul Khaliq, Sulaiman Asyqar, dan sebagainya, apalagi sekadar ulama nusantara –NU, Muhammadiyah, Persis, Dll- yang dianggap tidak ada ulama di Indonesia, karena dianggap bukan ulama bagi mereka, dan sudah di jarh oleh masyayikh mereka. Si fulan begini, si fulan begitu, ustadz anu begini, ustadz anu begitu ....., dan seterusnya, hanya mau memuji dan mendengar ulama, da’i, ustadz, muballigh dari kelompoknya saja. Sangat fanatik dengan kelompoknya. Anehnya, sesama masyayikh mereka pun juga saling jarh, saling tabdi’ (membid’ahkan), tafsiq (memfasikan), dan sebagainya. Padahal di antara syarat seseorang boleh melakukan jarh adalah dia sendiri tidak terkena jarh, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh ‘Ajaj Al Khatib dalam Ushulul Hadits-nya. Lebih parah lagi jika yang men-jarh adalah orang awam, bukan ulama tapi begitu jumawa men-jarh para ulama.
Sungguh jika gaya berpikir mereka dipakai, niscaya tidak ada satu pun di muka bumi ini baik ulama, da’i, ustadz, dan muballigh yang selamat dan kita bisa ambil ilmunya. Sebab, adakah manusia yang sama sekali tidak punya kesalahan, ketergelinciran, dan lalai? Maka, yang mereka lakukan bukanlah al jarh wat ta’dil tetapi ghibah (gunjing), namimah (adi domba), dan sibaabul muslim (mencela muslim), kesemuanya ini buruk dan berdosa.
Oleh karena itu, ada baiknya kita perhatikan komentar para ulama tentang orang-orang yang menyalahgunakan kaidah Al Jar wat Ta’dil untuk mencela para da’i dan ulama.
Syaikh Hasan bin Falah Al Qahthani berkata, “Besar sekali bedanya antara Ilmu Al Jarh wat Ta’dil yang dipraktikkan oleh para ulama salaf dalam kitab-kitab dan karya-karya mereka, dengan pelecehan terhadap para ulama dan da’i, pencemaran nama baik, dan penyebaran aib serta kesalahan seseorang dengan mengatasnamakan Al Jarh wat Ta’dil yang terjadi sekarang ini.” (Syaikh Hasan bin Falah Al Qahthani, An Naqd; Adabuhu wa Dawafi’uh, Hlm. 34. Cet. 1, 1993M-1414H, Dar Al Humaidhi, Riyadh)
Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah menyatakan itu bukan al jarh wat ta’dil tapi ghibah dan namimah:
سماحة الشيخ من هم علماء الجرح والتعديل في عصرنا الحاضر ؟
الجواب :
والله ما نعلم أحداً من علماء الجرح والتعديل في عصرنا الحاضر ، علماء الجرح والتعديل في المقابر الآن ، ولكن كلامهم موجود في كتبهم كتب الجرح والتعديل والجرح والتعديل في علم الإسناد وفي رواية الحديث ، وماهو الجرح والتعديل في سبِّ الناس وتنقصهم ، وفلان فيه كذا وفلان فيه كذا ، ومدح بعض الناس وسب بعض الناس ، هذا من الغيبة ومن النميمة وليس هو الجرح والتعديل .
Penanya: Syaikh yang mulia, siapakah yang dimaksud dengan ulama al jarh wat ta’dil pada masa kita sekarang ini?
Syaikh: Demi Allah, kami tidak mengetahui seorang pun ulama al jarh wat ta’dil pada saat ini. Sekarang ini para ulama al jarh wat ta’dil telah berada di dalam kubur. Akan tetapi, perkataan mereka tetap ada di dalam kitab-kitab mereka, kitab al jarh wat ta’dil. Al jarh wat Ta’dil itu hanya ada dalam ilmu sanad dan riwayat hadits. Dan mencela manusia serta menjatuhkannya bukanlah bagian dari ilmu al jarh wat ta’dil. Mengatakan si fulan begini… si fulan begitu… memuji sebagian orang dan mencela sebagian yang lain adalah ghibah dan namimah. Dan itu bukan al jarh wat ta’dil.
(Lihathttp://www.almanhaj.com/vb/showthread.php?t=1471&page=8&p=34223#post34223)
Syaikh Abdul ‘Aziz Ar Rajihi ditanya:
هل يوجد في هذا الزمان علماء جرح وتعديل وهل يوجد تفريق بينهم ؟
الشيخ :
علم الجرح والتعديل إنتهى ، لإنه دوّنت الآن الكتب والأحاديث في الصحاح والسنن والمسانيد والمعاجم .... فلا يوجد جرح وتعديل ، والجرح والتعديل للمحدثيين إنتهى .
Apakah ada di zaman ini ulama jarh wa ta’dil dan apakah ada perbedaan di antara mereka?
Syaikh menjawab: “Ilmu al jarh wat ta’dil sudah selesai, sebab ilmu tersebut saat ini sudah terlembagakan dalam buku-buku dan hadits-hadits baik dalam shahih, sunan, musnad dam mu’jam. Maka, tidak ada lagi jarh wa ta’dil, dan al jarh wat ta’dil adalah haknya para ahli hadits. Selesai.” (Ibid)
Syaikh Abdullah Al Ghudyaan Hafizhahullah ditanya:
السائل : يا شيخ هل هذا صحيح هناك من يقول أنه يوجد علماء الجرح و التعديل في هذا الزمان ! ، فهل هذا صحيح ؟ .
الشيخ : والله يا أخي علم الجرح والتعديل موجود في الكتب
.السائل : في وقتنا هذا هل يوجد ؟
الشيخ : لا ، علم الجرح والتعديل عن علماء الحديث الذين نقلوا لنا الأحاديث بالأسانيد موجود في كتب الجرح والتعديل فما نحتاج إلى أحد الحين
السائل : يا شيخ هناك من يقول أن الدكتور ربيع بن هادي المدخلي حامل لواء الجرح والتعديل ؟!! .
الشيخ : لا ، أنا لو يصادفني في الطريق ما عرفته يمكن ، ما عليّ من أحد .
Penanya: Wahai Syaikh, apakah benar ada pihak yang mengatakan ada ulama jarh wa ta’dil di zaman ini, apakah ini benar?
Syaikh: Demi Allah ya akhi, ilmu al jarh wat ta’dil ada dalam kitab-kitab.
Penanya: Di zaman kita adakah?
Syaikh: “Tidak ada, ilmu al jarh wat ta’dil itu tentang ulama hadits yang menukilkan hadits kepada kita beserta sanad-sanadnya, adanya dalam kitab-kitab al jarh wat ta’dil, jadi saat ini kita tak lagi membutuhkan seorang pun (karena ilmu tersebut sudah selesai, pen).”
Penanya: “Syaikh, ada yang bilang bahwa Dr. Rabi’ Al Madkhali adalah pembawa bendera Al Jarh wat Ta’dil?”
Syaikh: “Tidak, seandainya kebetulan ketemu saya di jalan mungkin saya tidak mengenalnya, saya tidak ada masalah dengan seorang pun.” ((Lihat https://www.youtube.com/watch?v=3GY10B9B_ec, menit ke 01:45-02:35)
Berikut ini adalah fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih terhadap buku tersebut yang penjudulannya begitu menghina dan merendahkan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah.
رقم الفتوى 10713 إهانة العلماء وتحقيرهم حرام
تاريخ الفتوى : 16 رجب 1422
السؤال
صدر كتاب في عنوانه إطلاق اسم ( الكلب العاوي ) على العلامة الشيخ القرضاوي حفظه الله ورعاه من كل شر، فهل هذا من الإسلام أن يطلق على العالم المسلم لقب الكلب العاوي والعياذ بالله؟
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فلا يجوز إطلاق هذا الوصف على أحد من العلماء أو الدعاة ، بل ولا يجوز إطلاقه على أي مسلم.
ويجب احترام العلماء وتوقيرهم ، وإحسان الظن بهم ، ولزوم الأدب في نقاشهم أو الرد عليهم.
وإهانة العلماء وازدراؤهم -مع كون ذلك محرماً- يهون من قيمة العلم وأهله ، ويجرئ العامة على ترك التعلم ، والعزوف عن مجالس العلماء ، وربما قادهم ذلك إلى نبذ الدين رأساً.
والله المستعان.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه
No Fatwa: 10713 : “Menghina Ulama dan Merendahkan Mereka adalah Haram”
Tanggal Fatwa : 16 Rajab 1422H
Pertanyaan:
Telah terbit sebuah buku yang penjudulannya memutlakan penamaan (Al Kalb Al ‘Aawi - Anjing Menggonggong, kaya Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i Rahimahullah) terhadap Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi -semoga Allah menjaganya dan melindunginya dari segala keburukan. Apakah hal tersebut termasuk dari Islam memutlakan sebuah gelar kepada seorang ulama muslim dengan sebutan Anjing Menggonggong – wal ‘iyadzubillah?
Jawaban:
Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi wa shahbihi amma ba’d:
Secara mutlak tidak boleh memberikan sifat tersebut kepada seorang pun dari ulama atau para da’i, bahkan hal itu juga tidak boleh kepada muslim mana pun. Wajib menghormati para ulama dan menjaga kewibawaan mereka, dan berbaik sangka terhadap mereka, dan mesti menjaga adab dalam berdiskusi dan menyanggah pendapat mereka.
Menghina ulama dan merendahkan mereka –yang mana itu adalah perbuatan haram- (berarti) telah menghina ilmu dan ahlinya, dan membuat orang umum meninggalkan upaya menuntut ilmu, dan menjauhi majelis para ulama, dan barang kali itu juga menuntun mereka untuk mengenyampingkan agama secara langsung. Wallahul Musta’an!
(Mufti: Markaz Al Fatwa, dengan pembimbing: Dr. Abdullah Al Faqih)
Berikut ini nasihat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Untuk orang-orang yang suka mencela ulama.
رقم الفتوى 18788 نصيحة الشيخ ابن باز للذين يجرحون الدعاة المشهورين
تاريخ الفتوى : 26 ربيع الثاني 1423
السؤال
السلام عليكم
ياشيخ لعلك تسمع عن منتدى يوجد على الإنترنت يسمى بمنتدى سحاب وهذا المنتدى مليء بالنقد الموجه إلى كثير من أهل العلم وطلبته يصل أحيانا إلى تجريحهم أشد التجريح والنيل منهم حتى أني قرأت في الآونة الأخيرة قصيدة كتبها أحدهم هجاء للشيخ يوسف القرضاوي يصفه فيها - أعزكم الله - بالحمار. فما رأيكم ياشيخ في هذا المنتدى؟ وبماذا تنصحوننا؟ هل نحذر منه ونصرف الناس عنه أم ماذا؟
أفيدونا وجزاكم الله خيراً.
وهذا عنوان هذا المنتدى www.sahab.net.
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فنصيحتنا لإخواننا رواد المنتديات في الإنترنت وغيرهم من المسلمين في مثل هذا الأمر هي نصيحة الشيخ عبد العزيز بن باز رحمه الله والتي نشرت في صحف الجزيرة والرياض يوم السبت 22/6/1412هـ والتي قال فيها:
وقد شاع في هذا العصر أن كثيراً من المنتسبين إلى العلم والدعوة إلى الخير يقعون في أعراض كثير من إخوانهم الدعاة المشهورين، ويتكلمون في أعراض طلبة العلم والدعاة والمحاضرين، يفعلون ذلك سراً في مجالسهم، وربما سجلوه في أشرطة تنتشر على الناس، وقد يفعلونه علانية في محاضرات عامة في المساجد، وهذا المسلك مخالف لما أمر الله به ورسوله من جهات عديدة منها:
أولاً: أنه تعد على حقوق الناس من المسلمين، بل من خاصة الناس من طلبة العلم والدعاة الذين بذلوا وسعهم في توعية الناس وإرشادهم، وتصحيح عقائدهم ومناهجهم، واجتهدوا في تنظيم الدروس والمحاضرات وتأليف الكتب النافعة.
ثانياً: أنه تفريق لوحدة المسلمين وتمزيق لصفهم، وهم أحوج ما يكونون إلى الوحدة والبعد عن الشتات والفرقة وكثرة القيل والقال فيما بينهم، خاصة وأن الدعاة الذين نيل منهم هم من أهل السنة والجماعة المعروفين بمحاربة البدع والخرافات، والوقوف في وجه الداعية إليها، وكشف خططهم وألاعيبهم، ولا نرى مصلحة في مثل هذا العمل إلا للأعداء والمتربصين من أهل الكفر والنفاق أو من أهل البدع والضلال.
ثالثاً: أن هذا العمل فيه مظاهرة ومعاونة للمغرضين من العلمانيين والمستغربين وغيرهم من الملاحدة الذين اشتهر عنهم الوقيعة في الدعاة والكذب عليهم والتحريض ضدهم فيما كتبوه وسجلوه، وليس من حق الأخوة الإسلامية أن يعين هؤلاء المتعجلون أعداءهم على إخوانهم من طلبة العلم والدعاة وغيرهم.
رابعاً: أن في ذلك إفساداً لقلوب العامة والخاصة، ونشراً وترويجاً للأكاذيب والإشاعات الباطلة، وسبباً في كثرة الغيبة والنميمة و فتح أبواب الشر على مصاريعها لضعاف النفوس الذين يدأبون على بث الشبه وإثارة الفتن ويحرصون على إيذاء المؤمنين بغير ما اكتسبوا.
خامساً: أن كثيراً من الكلام الذي قيل لا حقيقة له، وإنما هو من التوهمات التي زينها الشيطان لأصحابها وأغراهم بها، وقد قال الله تعالى: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضاً) [الحجرات:12].
والمؤمن ينبغي أن يحمل كلام أخيه على أحسن المحامل، وقد قال بعض السلف: لا تظن بكلمة خرجت من أخيك السوء، وأنت تجد لها في الخير محملاً.
سادساً: وما وجد من اجتهاد لبعض العلماء وطلبة العلم فيما يسوغ فيه الاجتهاد، فإن صاحبه لا يؤاخذ به ولا يثرب عليه إذا كان أهلاً للاجتهاد، فإذا خالفه غيره في ذلك كان الأجدر أن يجادله بالتي هي أحسن، حرصاً على الوصول إلى الحق من أقرب طريق ودفعاً لوساوس الشيطان وتحريشه بين المؤمنين، فإن لم يتيسر ذلك، ورأى أحد أنه لا بد من بيان المخالفة فيكون ذلك بأحسن عبارة وألطف إشارة، ودون تهجم أو تجريح أو شطط في القول قد يدعو إلى رد الحق أو الإعراض عنه، ودون تعرض للأشخاص أو اتهام للنيات أو زيادة في الكلام لا مسوغ لها، وقد كان الرسول صلى الله عليه وسلم يقول في مثل هذه الأمور: ما بال أقوام قالوا كذا وكذا.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه
Nomor Fatwa: 18788: Nasihat Asy Syaikh Ibnu Baaz untuk orang-orang yang men-jarh (mecaci maki) para dai ternama.
Tanggal Fatwa: 26 Rabi’uts Tsani 1423H
Pertanyaan:
Assalamu ‘Alaikum …
Wahai Syaikh, barangkali Anda pernah mendengar ada sebuah forum (situs) di internet yang bernama forum SAHAB, forum ini penuh dengan kritikan kepada banyak ulama dan penuntut ilmu, kadang-ladang sampai mencela mereka dengan makian yang keras dan umpatan terhadap mereka. Sampai-sampai saya pernah membaca pada akhir sebuah qasidah yang ditulis salah seorang mereka caci makian terhadap Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, mereka mensifat beliau –semoga Allah memuliakan anda- dengan keledai. Jadi, apa pendapat anda wahai syaikh terhadap forum tersebut? Apa nasihat anda untuk kami? Apakah kami berhati-hati terhadapnya dan mengalihkan manusia darinya, atau apa? Jazakumullah khairan!
Alamat situs tetrsebut adalah www.sahab.net
Fatwa:
Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi wa shahbihi amma ba’d:
Nasihat kami untuk saudara-saudara kami para pengunjung situs-situs di internet dan selain mereka dari kalangan umat Islam, tentang masalah semisal ini ada nasihat dari Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah yang diterbitkan oleh koran Al Jazirah dan Ar Riyadh pada hari sabtu, 22/6/1422H, yang ucapannya:
“Telah tersebar pada masa sekarang ini, bahwa banyak pihak yang menyandarkan dirinya kepada ilmu dan da’wah pada kebaikan, mereka menjatuhkan kehormatan saudara-saudara mereka para dai terkenal, mereka membincangkan kehormatan para penuntut ilmu, dai, dan penceramah, mereka melakukannya secara diam-diam di majelis-majelis mereka, barangkali mereka juga merekamnya di kaset-kaset yang disebarkan di tengah manusia, dan mereka telah melakukannya secara terang-terangan di ceramah-ceramah umum di masjid-masjid. Ini adalah perilaku yang bertentangan dengan apa-apa yang Allah dan RasulNya perintahkan pada berbagai sisi, di antaranya:
Pertama. Bahwasanya itu merupakan sikap aniaya terhadap hak-hak manusia dari kaum muslimin, bahkan khususnya terhadap manusia yang menuntut ilmu dan para da’i, orang-orang yang mempersembahkan segenap kemampuan mereka dalam menyadarkan manusia dan membimbingnya, membenahi aqidah dan manhaj mereka, bersusah payah dalam menata pelajaran, perkuliahan, dan menyusun buku-buku yang bermanfaat.
Kedua. Hal itu merupakan memecah persatuan kaum muslimin dan merobek barisan mereka, padahal mereka sangat membutuhkan apa-apa yang bisa mendorong pada persatuan dan menjauh dari bercerai berai, perpecahan, dan banyak desas desus di antara mereka, khususnya para dai yang termasuk golongan ahlus sunnah wal jamaah yang telah dikenal memerangi bid’ah dan khurafat, dan mereka begitu konsentrasi terhadap seruan kepadanya, kami tidak melihat adanya maslahat pada amal yang semisal ini kecuali lahirnya permusuhan, dan ini amat dinanti-nantikan oleh kaum kafir dan munafik atau ahli bid’ah dan kesesatan.
Ketiga. Sesungguhnya perilaku ini terdapat dukungan dan pertolongan bagi pihak-pihak yang menginginkannya dari kalangan sekuler, westernist, dan selain mereka dari golongan penentang agama, orang-orang yang dari mereka tersebarkan fitnah para da’i dan kedustaan atas mereka serta menyemengatkan perlawanan mereka (terhadap para da’i, pen) pada apa yang mereka tulis dan rekam. Bukanlah termasuk hak Ukhuwah Islamiyah dengan melemparkan celaan kepada mereka yang justru mempercepat musuh-musuh mereka terhadap saudara-saudara mereka sendiri dari kalangan penuntut ilmu, da’i, dan selainnya.
Keempat. Pada hal itu dapat merusak hati secara umum dan khusus, dan membuat tersebar dan tersiarnya berbagai kebohongan dan berita-berita batil, dan menjadi sebab banyaknya ghibah dan namimah, dan membuka pintu-pintu keburukan bagi perlawanan mereka untuk melemahkan jiwa-jiwa orang-orang yang terus menerus menyebarkan syubhat dan fitnah yaitu orang-orang yang sangat ingin menyakiti kaum beriman dengan tanpa susah payah.
Kelima. Sesungguhnya banyak membincangkan sesuatu yang tidak memiliki hakikat, itu adalah khayalan yang dibuat indah dan bagus oleh syetan untuk para pengikutnya, Allah Ta’ala telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. (QS. Al Hujurat : 12).
Seorang mu’min hendaknya menafsirkan perkataan saudaranya dengan penafsiran yang baik, sebagian salaf mengatakan: janganlah kau berprasangka buruk dengan perkataan yang keluar dari saudaramu, apadahal engkau menemukan adanya makna yang baik pada perkataannya.
Keenam. Apa-apa yang terdapat pada ijtihad sebagian ulama dan penuntut ilmu pada perkara yang diperkenankan untuk berijtihad, maka janganlah dihalang-halangi dan jangan dicela jika dia seorang yang ahli dalam berijtihad. Jika pihak lain ada yang tidak sependapat dengannya dalam masalah itu maka sepantasnya diperdebatkan dengan cara yang terbaik, demi menginginkan sampainya kepada kebenaran dari jalan yang paling dekat dan untuk membendung was-was dari syetan yang menipu kaum beriman, lalu jika hal itu tidak mudah, dan salah seorang memandang bahwa harus ada penjelasan yang berlawanan, maka hendaknya hal itu dilakukan dengan kalimat yang paling baik dan petunjuk yang paling halus, tanpa menyerang, menyakiti, atau melampaui batas dalam berkata-kata, maka dia telah mengajak kepada sanggahan atau penolakan yang benar, tanpa usah menolak pribadi orangnya atau menuduh pada niatnya, atau menambah-nambah dengan perkataan yang tidak ada sebabnya. Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda pada perkara-perkara semisal ini: “Ada apa kaum yang mengatakan begini begitu.” Wallahu A’lam
Mufti: Markaz Al Fatwa, pembimbing: Dr. Abdullah Al Faqih)
Walahu A’lam
Ustadz Farid Nu'man