Islam edia - Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ustadz Farid yang di rakhmati Alloh, saya ingin mengajukan pertanyaan ...
Islamedia - Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Ustadz Farid yang di rakhmati Alloh, saya ingin mengajukan pertanyaan berkaitan dengan Ibadah Kurban. Shahihkah hadits yang menyebut bahwa orang yang
berqurban mendapatkan pahala sejumlah bulu hewan kurbannya, karena satu bulu
adalah satu kebaikan ? (Jamaah Masjid Nurul Fikri)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa
Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was
Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihiwa Ashhabihi wa Man Waalah, wa ba’d:
Hadits tersebut cukup terkenal, apalagi disebarkan
melalui spanduk di berbagai sudut ibu kota Jakarta.
Berikut hadits-hadits tersebut:
1.
Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ
حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي
دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ
الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al
‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam
bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Daud,
dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau
bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada
hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap
bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba) ?” Beliau bersabda:
“Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.”
2.
Riwayat Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘Alash Shahihain,
2/422, No. 3467, Juga Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 18796,
Abdu bin Humaid dalam Musnadnya No. 259, Ahmad dalam Musnadnya No. 19283
أخبرنا أبو بكر
محمد بن عبد الله البزار ببغداد ثنا محمد بن سلمة الواسطي ثنا يزيد بن هارون أنبأ
سلام بن مسكين عن عائذ الله بن عبد الله المجاشعي عن أبي داود السبيعي عن زيد بن
أرقم رضي الله عنه قال : قلنا يا رسول الله ما هذه الأضاحي ؟ قال : سنة أبيكم
إبراهيم قال قلنا : فما لنا منها ؟ قال : بكل شعرة حسنة قلنا يا رسول الله فالصوف
؟ قال : فكل شعرة من الصوف حسنة
Mengabarkan kepada kami Abu Bakar
Muhammad bin Abdullah Al Bazzar di Baghdad, bercerita kepada kami Muhammad bin
Salamah Al Wasithi, bercerita kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan Sullam
bin Miskin, dari ‘Aidzullah bin Abdullah Al Mujasyi’i, dari Abu
Daud As Sabi’i, dari Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘Anhu, kami
berkata: “Wahai Rasulullah,
hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian,
Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka
berkata: “Bagaimana dengan shuf
(bulu domba) ?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu
kebaikan.”
Imam Al Hakim berkata:
هذا حديث صحيح
الإسناد و لم يخرجاه
Hadits ini shahih isnadnya, dan
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya. (Al Mustadrak ‘Alash
Shahihain, 2/422, No. 3467)
3.
Riwayat Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1493
secara mu’alaq (tanpa sanad).
قَالَ أَبُو
عِيسَى وَيُرْوَى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ فِي الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ
Berkata Abu ‘Isa (At Tirmidzi),
diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Beliau
bersabda: “Bagi pemiliknya, setiap bulu hewan qurban adalah satu kebaikan.”
Selanjutnya ..........
Para Imam hadits telah mendhaifkan
hadits-hadits ini, bahkan sebagian mereka ada yang mengatakan palsu. Ada pun
penshahihan Imam Al Hakim, sebagaimana telah masyhur menurut para ahli hadits,
bahwa Beliau termasuk yang mutasahil (memudahkan) dalam menshahihkan
hadits.
Imam Adz Dzahabi mengkritik
penshahihan Imam Al Hakim dalam At Talkhish dengan mengatakan: “
‘Aidzullah, dikatakan oleh Abu Hatim: munkarul hadits.” (Ibid)
Imam Ibnul Mulqin juga mengkritik
penshahihan Imam Al Hakim, Beliau berkata:
ثمَّ قَالَ :
صَحِيح . وَفِيه نظر ؛ لِأَن فِيهِ عَائِذ الله الْمُجَاشِعِي قَالَ البُخَارِيّ :
لَا يَصح حَدِيثه . وَقَالَ أَبُو حَاتِم : مُنكر الحَدِيث . وَقَالَ ابْن حبَان : يروي
الْمَنَاكِير ، لَا يجوز الِاحْتِجَاج بِهِ .
Kemudian dia (Al Hakim) berkata: shahih.
Hal ini perlu dipertimbangkan lagi, sebab dalam hadits ini terdapat ‘Aidzullah
Al Mujasyi’i. Imam Al Bukhari berkata: tidak shahih haditsnya. Berkata Abu
Hatim: haditsnya munkar. Berkata Ibnu Hibban: Dia meriwayatkan hadits-hadits
munkar, dan tidak boleh berhujjah dengannya. (Al Badrul Munir, 9/274)
Imam Al Mundziri juga mengoreksi Imam
Al Hakim, Beliau berkata:
بل واهيه عائذ الله
هو المجاشعي وأبو داود هو نفيع بن الحارث الأعمى وكلاهما ساقط
Justru hadits ini lemah, ‘Aidzullah
dia adalah Al Mujasyi’i, dn Abu Daud dia adalah Nafi’ bin Al Harits Al A’ma,
keduanya gugur. (Imam Al Mundziri, At
Targhib wat Tarhib, 2/99)
Apa sebab kedhaifan hadits ini? Karena
di dalamnya ada beberapa perawi yang bermasalah.
Pertama. ‘Aidzullah bin Al
Mujasyi’i
Kun-yah (gelar) beliau adalah Abu
Muadz. (Al Hafizh Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 14/93. No. 3069).
Dia adalah seorang qadhi pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. (Al
Hafizh Ibnu Hajar, Lisanul Mizan, 7/255, No. 3435).
Imam Abu Hatim mengatakan tentangnya:
“Munkarul hadits – haditsnya munkar.” (Al Jarh wat Ta’dil,
7/38).
Imam Al Bukhari berkata: “ ’Aidzullah
dari Abu Daud, meriwayatkan darinya Sullam bin Miskin, tidak shahih
haditsnya.” (Imam Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 96,
No. 289)
Imam Ibnu ‘Adi juga berkata seperti
Imam Al Bukhari. (Imam Ibnu ‘Adi, Al Kamil fi Dhua’afa Ar Rijal,
5/355)
Imam Ibnu Hibban berkata: “Dia
meriwayatkan hadits-hadits munkar, dan tidak boleh berhujjah dengannya.” (Imam
Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin, 2/68, No. 1750)
Kedua. Abu Daud As Sabi’i
Nama aslinya adalah Nufai’ bin Al
Harits Al A’ma. (Ta’liq Musnad Ahmad, 32/34)
Imam Yahya bin Ma’in berkata
tentangnya: “Laisa bisyai’ – bukan apa-apa.” Imam Abu Hafsh Ash Shairafi
‘Amru bin ‘Ali berkata: “Nafi’ Abu Daud matrukul hadits – haditsnya
ditinggalkan. Imam Abu Hatim mengatakan: “Munkarul hadits dhaiful hadits
– haditsnya munkar dan lemah.” Imam Abu Zur’ah berkata: “Lam yakun bisyai’
– dia bukan apa-apa.” (Lihat semua dalam Al Jarh wat Ta’dil, 8/490)
Imam Abdurrahman bin Mahdi mengatakan:
“Dia dikenal dan diingkari.” (Imam Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir,
Hal. 120, No. 381)
Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani mengatakan:
“Dia meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari Anas, Al Barra, Zaid bin Arqam,
dan Buraidah.” (Imam Abu Nu’aim, Adh Dhu’afa, hal. 152), dan
hadits ini dia riwayatkan dari Zaid bin Arqam.
Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Lam
yakun tsiqah - Dia tidak bisa dipercaya.”
Berkata Imam An Nasa’i, Imam Al
Fallas, dan Imam Ad Daruquthni: “Matruk.”
Imam Ibnu Hibban mengatakan: “Tidak
boleh berhujjah dengannya.” (Imam Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin,
3/165)
Dalam kitab lain, Imam Yahya bin Ma’in
ditanya tentang Abu Daud Al A’ma, katanya: “Tidak bisa dipercaya dan tidak
amanah.” (Al Majruhin, 3/55)
Al Hafizh Al Mizzi berkata: “Yahya bin
Ma’in mengatakan, Abu Daud Al A’ma memalsukan hadits, dia bukan apa-apa.” (Tahdzibul
Kamal, 30/12)
Imam Adz Dzahabi berkata: “Tarakuuhu
– para ulama meninggalkan haditsnya.” (Imam Adz Dzahabi, Al Mughni
fidh Dhu’afa, 2/701)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Matruk,
dan Ibnu Ma’in menyebutnya sebagai pendusta pada generasi kelima.” (Taqribut
Tahdzib, 1/1008)
Imam Al Bushiri berkata: “Matruk,
dan dia tertuduh memalsukan hadits.” (Mir’ah Al Mafatih, 5/111)
Imam Abul ‘Ala Al Mubarkafuri berkata:
wadhaa’ kadzdzaab – pemalsu hadits dan pendusta. (Tuhfah Al Ahwadzi,
9/49)
Disebutkan dalam Hasyiah As Sindi
‘Ala Ibni Majah:
وَقَالَ
اِبْن عُمَر أَبُو الْحَمْرَاء اِتَّفَقُوا عَلَى ضَعْفه وَكَذَّبَهُ بَعْضُهُمْ
قَالُوا وَأَجْمَعُوا عَلَى تَرْك الرِّوَايَة عَنْهُ
Berkata Ibnu Umar Abul Hamra’: para
ulama sepakat atas kelemahannya, sebagian mereka menyebutnya sebagai pendusta,
mereka mengatakan bahwa telah sepakat meninggalkan riwayat darinya. (Hasyiah
As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 4/443)
Demikian cacat yang ada pada sanad
hadits ini, dengan cacat yang cukup parah. Oleh karenanya para ulama
mendhaifkan hadits ini. Di antaranya:
-
Imam Al Bukhari menjelaskan sanad hadits tersebut: “ ’Aidzullah dari Abu
Daud, meriwayatkan darinya Sullam bin Miskin, tidak shahih haditsnya.” (Imam
Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 96, No. 289)
-
Imam Al Mundziri berkata: “waahiyah – lemah.” (Imam Al Mundziri, At
Targhib wat Tarhib, 2/99)
-
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Dhaif jiddan – sangat lemah.”
(Ta’liq Musnad Ahmad, 32/34)
-
Syaikh Al Albani mengatakan: “ maudhu’ – palsu.” (As Silsilah
Adh Dha’ifah, No. 527, Dha’if At Targhib wat Tarhib No. 672),
dalam kitab lainnya beliau mengatakan: dhaif jiddan. (Shahih wa
Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3127)
-
Imam Ibnul ‘Arabi menyatakan tidak ada satu pun yang shahih tentang
keutamaan berqurban:
قال بن العربي في
شرح الترمذي ليس في فضل الأضحية حديث صحيح انتهى
قلت الأمر كما قال بن العربي
“Berkata Ibnul ‘Arabi dalam Syarh At
Tirmidzi, tidak ada hadits yang shahih tentang keutamaan berqurban.
Selesai. Aku (Syaikh Al Mubarkafuri) berkata: “Masalah ini –masalah keutamaan
qurban, pen- sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi.” (Tuhfah
Al Ahwadzi, 5/63)
-
Sedangkan hadits riwayat Imam At Tirmidzi yang berbunyi:
قَالَ
أَبُو عِيسَى وَ يُرْوَى عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي
الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ
Berkata Abu ‘Isa (At Tirmidzi),
diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Beliau
bersabda: “Bagi pemiliknya, setiap bulu hewan qurban adalah satu kebaikan.”
Imam At Tirmidzi sendiri
mengisyaratkan kedhaifannya, dengan menggunakan shighat tamridh (bentuk
kata yang menunjukkan adanya cacat), yakni yurwaa ‘an
(diriwayatkan dari). Para ahli hadits menyebutkan, bahwa untuk menyebutkan
hadits yang dhaif tidak boleh menggunakan shighat jazm (bentuk
kata yang menunjukkan kepastian), seperti qaala (bersabda), tetapi
hendaknya menggunakan shighat tamridh seperti ruwiya ‘an
(diriwayatkan dari), hukiya ‘an (diceritakan dari), dan semisalnya.
Syaikh Al Albani menyebutkan bahwa hadits
ini palsu. Menurutnya, hadits riwayat At Tirmidzi ini aslinya adalah sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqi, yang telah dibahas sebelumnya. (As
Silsilah Adh Dha’ifah No. 1050)
Imam Al Mundziri juga menyebutkan
bahwa hadits yang disebutkan diisyaratkan Imam At Tirmidzi ini adalah yang
telah kami bahas sebelumnya. Berkata
Syaikh Al Mubarkafuri:
قال
المنذري في الترغيب وهذا الحديث الذي أشار إليه الترمذي رواه بن ماجة والحاكم
وغيرهما كلهم عن عائذ الله عن أبي داود عن زيد بن أرقم قال
Berkata Al Mundziri dalam At
Targhib, bahwa hadits ini yang disebutkan oleh At Tirmidzi ini, juga telah
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Al Hakim, dan lainnya, semuanya diriwayatkan
dari ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: .. (lalu
disebutkan hadits lengkap seperti hadits kedua). (Tuhfah Al Ahwadzi,
5/63)
Artinya pembahasan hadits ini sama
dengan hadits sebelumnya.
Wallahu A’lam
![http://3.bp.blogspot.com/-wImvSe6PQXk/Ta_s46KwNiI/AAAAAAAAAFk/5E8x7bnww3g/s200/farid+nu%2527man.png](http://3.bp.blogspot.com/-wImvSe6PQXk/Ta_s46KwNiI/AAAAAAAAAFk/5E8x7bnww3g/s200/farid+nu%2527man.png)
Farid Nu'man Hasan