"Cukuplah sudah aku dipermainkan selama ini. Cintaku kini hanya untuk Ilahi. Bukan untuk laki-laki!" ungkap seorang siswi yang p...
"Cukuplah sudah aku dipermainkan selama ini. Cintaku kini hanya untuk Ilahi. Bukan untuk laki-laki!" ungkap seorang siswi yang putus cinta.
"Cinta manusia adalah palsu belaka. Cinta Allah, itu yang utama", kata seorang yang lain.
Termenung saya membaca ungkapan-ungkapan seperti ini. Semakin banyak terdengar di dalam lirik-lirik nasyid. Semakin banyak terlihat di blog, tempat anak muda mengekspresikan kekecewaan.
Pahamkah mereka dengan apa yang mereka ungkapkan?
Cinta Ilahi?Tidak ada lagi cinta kepada lelaki?Wanita gila harta?Hanya Allah saja yang 'setia'?
Seperti yang pernah saya ungkapkan, saya memang tidak suka mendengar orang berbicara hal-hal yang dia sendiri tidak paham. Mumbling ... kata bahasa Inggrisnya.
Apakah ada konflik antara cinta Allah, cinta lelaki, dan cinta perempuan? Cinta hanya satu. Harus memilih apakah buayafriend mau jatuh hati kepada gelifriend, atau menyerahkan cintanya hanya pada yang Esa?
Saya tidak suka orang bermain dengan kata-kata.
Jika sudah kecewa dengan si dia, tiada lagi cinta kepada penggantinya?!
BERTAPA?
Lantas, mau ke mana? Ke puncak gunung bertapa seperti rahib? Enggan berumahtangga karena mau mendedikasikan diri kepada Dia dan bukan dia? Pikiran apa ini? Islamkah yang mengajar kita berpikir begitu?
Tidakkah kita sudah dinasihati tentang kisah segelintir sahabat yang tersilap memahami cara melihat Ibadah Nabi SAW yang begitu sederhana?
"Sesungguhnya salah seorang dari sekelompok sahabat Nabi shallallahu alayhi wa sallam telah berkata," Berkenaan dengan diriku, maka aku akan berpuasa dan tidak berbuka. Berkata seorang yang lain: Aku akan berQiyam di malam hari dan tidak akan tidur. Dan berkata lagi seorang yang lain: Aku pula, aku tidak akan menikahi perempuan. Seorang lagi berkata: Aku pula, sekali-kali aku tidak akan memakan daging.
"Lalu beliau shallallahu alayhi wa sallam bangun dan berbicara, lantas beliau berkata, "Apa halnya dengan pemuda-pemuda yang setiap seorang mereka ini berkata begini begitu? Aku sendiri berpuasa dan berbuka, bangun malam dan aku juga seorang yang menikahi perempuan ini aku memakan daging. Barangsiapa yang tidak ingin ke Sunnahku maka dia bukan dari kalangan (pengikut) ku," (Dari Sunan al-Nasaa'ie, no. 3217)
Janganlah bermain-main dengan kata-kata yang kosong dari makna, jauh sekali dari yakin dan percaya. Belajarlah untuk menyelami makna dan menyebut hal yang kita jelas tahu akan makna dan maksudnya.
Ungkapan cinta Ilahi bukan ungkapan yang kosong, bukan ungkapan abstrak dan penuh misteri.
Cinta Ilahi bukan inspirasi instan untuk mengungkapkan syair-syair yang bertebaran di sana sini di blog dan status jejaring sosial muda mudi.
Jangan berlakon menjadi Rabiatul Adawiyah. Tidak perlu memakai sepatunya. Rabiatul Adawiyah itu insan yang tersendiri.
Untuk kita di sini, bercintalah dengan Allah secara realitas.
CINTA ILAHI ADA CARANYA
Tidak pernahkah kita merenung peringatan dari Allah sendiri terhadap orang yang mengklaim mereka itu cinta kepada-Nya?
"Katakanlah: Jika sesungguhnya kamu itu mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya kamu juga akan dikasihi oleh Allah, dan akan diampun-Nya kesalahanmu. Dan Allah itu Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Aal Imraan 3: 31)
Jika cinta kan Allah, contohilah Rasulullah SAW. Hiduplah seperti Rasulullah, buatlah kerja dan karya seperti Rasulullah.
Sibukkan diri dengan belajar dan mengajar, berdakwah dan memberi peringatan, membela agama dan bekerja untuk umat, sibukkan diri dengan segala kebajikan demi cinta kita kepada-Nya.
Berhentilah berpuisi, andai puisi itu datang dari sebuah khayalan tentang cinta Ilahi sambil memijit jerawat di awal pagi.
Jika mau mengungkapkan Cinta pada madah dan kata, tumpahkan ia dari ruhani dan jasmani yang bekerja untuk kekasih-Nya. Hiasilah blog dan jejaring sosial kalian dengan catatan amal dan muhasabah diri, bukan retorika dan angan-angan terhadap CINTA ILAHI.
Ustadz Hasrizal Abdul Jamil
Trainer. Penulis buku best-seller di Malaysia. Narablog SaifulIslam.com
"Cinta manusia adalah palsu belaka. Cinta Allah, itu yang utama", kata seorang yang lain.
Termenung saya membaca ungkapan-ungkapan seperti ini. Semakin banyak terdengar di dalam lirik-lirik nasyid. Semakin banyak terlihat di blog, tempat anak muda mengekspresikan kekecewaan.
Pahamkah mereka dengan apa yang mereka ungkapkan?
Cinta Ilahi?Tidak ada lagi cinta kepada lelaki?Wanita gila harta?Hanya Allah saja yang 'setia'?
Seperti yang pernah saya ungkapkan, saya memang tidak suka mendengar orang berbicara hal-hal yang dia sendiri tidak paham. Mumbling ... kata bahasa Inggrisnya.
Apakah ada konflik antara cinta Allah, cinta lelaki, dan cinta perempuan? Cinta hanya satu. Harus memilih apakah buayafriend mau jatuh hati kepada gelifriend, atau menyerahkan cintanya hanya pada yang Esa?
Saya tidak suka orang bermain dengan kata-kata.
Jika sudah kecewa dengan si dia, tiada lagi cinta kepada penggantinya?!
BERTAPA?
Lantas, mau ke mana? Ke puncak gunung bertapa seperti rahib? Enggan berumahtangga karena mau mendedikasikan diri kepada Dia dan bukan dia? Pikiran apa ini? Islamkah yang mengajar kita berpikir begitu?
Tidakkah kita sudah dinasihati tentang kisah segelintir sahabat yang tersilap memahami cara melihat Ibadah Nabi SAW yang begitu sederhana?
"Sesungguhnya salah seorang dari sekelompok sahabat Nabi shallallahu alayhi wa sallam telah berkata," Berkenaan dengan diriku, maka aku akan berpuasa dan tidak berbuka. Berkata seorang yang lain: Aku akan berQiyam di malam hari dan tidak akan tidur. Dan berkata lagi seorang yang lain: Aku pula, aku tidak akan menikahi perempuan. Seorang lagi berkata: Aku pula, sekali-kali aku tidak akan memakan daging.
"Lalu beliau shallallahu alayhi wa sallam bangun dan berbicara, lantas beliau berkata, "Apa halnya dengan pemuda-pemuda yang setiap seorang mereka ini berkata begini begitu? Aku sendiri berpuasa dan berbuka, bangun malam dan aku juga seorang yang menikahi perempuan ini aku memakan daging. Barangsiapa yang tidak ingin ke Sunnahku maka dia bukan dari kalangan (pengikut) ku," (Dari Sunan al-Nasaa'ie, no. 3217)
Janganlah bermain-main dengan kata-kata yang kosong dari makna, jauh sekali dari yakin dan percaya. Belajarlah untuk menyelami makna dan menyebut hal yang kita jelas tahu akan makna dan maksudnya.
Ungkapan cinta Ilahi bukan ungkapan yang kosong, bukan ungkapan abstrak dan penuh misteri.
Cinta Ilahi bukan inspirasi instan untuk mengungkapkan syair-syair yang bertebaran di sana sini di blog dan status jejaring sosial muda mudi.
Jangan berlakon menjadi Rabiatul Adawiyah. Tidak perlu memakai sepatunya. Rabiatul Adawiyah itu insan yang tersendiri.
Untuk kita di sini, bercintalah dengan Allah secara realitas.
CINTA ILAHI ADA CARANYA
Tidak pernahkah kita merenung peringatan dari Allah sendiri terhadap orang yang mengklaim mereka itu cinta kepada-Nya?
"Katakanlah: Jika sesungguhnya kamu itu mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya kamu juga akan dikasihi oleh Allah, dan akan diampun-Nya kesalahanmu. Dan Allah itu Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Aal Imraan 3: 31)
Jika cinta kan Allah, contohilah Rasulullah SAW. Hiduplah seperti Rasulullah, buatlah kerja dan karya seperti Rasulullah.
Sibukkan diri dengan belajar dan mengajar, berdakwah dan memberi peringatan, membela agama dan bekerja untuk umat, sibukkan diri dengan segala kebajikan demi cinta kita kepada-Nya.
Berhentilah berpuisi, andai puisi itu datang dari sebuah khayalan tentang cinta Ilahi sambil memijit jerawat di awal pagi.
Jika mau mengungkapkan Cinta pada madah dan kata, tumpahkan ia dari ruhani dan jasmani yang bekerja untuk kekasih-Nya. Hiasilah blog dan jejaring sosial kalian dengan catatan amal dan muhasabah diri, bukan retorika dan angan-angan terhadap CINTA ILAHI.
Ustadz Hasrizal Abdul Jamil
Trainer. Penulis buku best-seller di Malaysia. Narablog SaifulIslam.com