Islam edia - Asslamu’al a ikum , Ustadz, mohon infonya, kalau 2 kalimat yang sering dikutip penceramah berikut di bawah ini hadits ...

Islamedia - Asslamu’alaikum , Ustadz, mohon infonya, kalau 2 kalimat yang sering dikutip penceramah berikut di bawah ini hadits atau bukan ya..?
- Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sungguh dia beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, sungguh dia merugi, barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin sungguh dia celaka
- 9 dari 10 pintu rezeki dari perdagangan
Syukron, wassalam (@Cahyo M)
Jawaban:
Bismillah wal
Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi
wa Man waalah, wa ba’d:
Ya, dua hadits
tersebut memang sangat terkenal dan sering disampaikan oleh para penceramah.
Berikut ini pembahasannya.
Pertanyaan
pertama, Hadits yang
antum maksud adalah sebagai berikut:
من استوى يوماه فهو مغبون ، ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون
Barang siapa yang harinya sama saja maka dia telah
lalai, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat. (Lihat Mafatihul Ghaib,
25/165, Al Lu’lu’ Ar Marshuu’ No. 530, Al
Mashnu’ fi Ma’rifatil hadits Al Maudhu’, 1/174)
Para imam hadits telah mengkategorikan ucapan ini sebagai hadits palsu (maudhu’)
dan mereka pun memasukkannya dalam kitab kumpulan hadits-hadits palsu, seperti Tadzkiratul
Maudhu’at, Al Mashnu’ fi Ma’rifatil Hadits Al Maudhu’, Al Asrar
Al Marfu’ah fil Akhbar Al Maudhu’ah, Al Maudhu’at Al Kubra, dan lainnya.
Dan, ini hanyalah ucapan nabi dalam
sebuah mimpi seseorang sebagaimana riwayat Imam Al Khathib Al Baghdadi berikut
ini:
وَأَخْبَرَنَا ابْنُ رِزْقٍ ، قَالَ : أَنْبَأَ
عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْبَرَاءِ ، ثنا
دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ ، ثنا الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ ، عَنْ رَجُلٍ ، رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّوْمِ فَقَالَ لِي : "
مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ ، وَمَنْ كَانَ غَدُهُ شَرَّ يَوْمَيْهِ
، فَهُوَ مَلْعُونٌ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ النُّقْصَانَ مِنْ نَفْسِهِ فَهُوَ إِلَى
نُقْصَانٍ ، وَمَنْ كَانَ إِلَى نُقْصَانٍ فَالْمَوْتُ خَيْرٌ لَهُ "
Mengabarkan kami Ibnu Rizq, katanya: memberitakan kepada kami Utsman bin
Ahmad, berkata kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Al Bara, berkata kepada kami
Daud bin Rusyaid, mengabarkan kami Al Walid bin Shalih, dari seorang
laki-laki: Aku melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
mimpi, Beliau berkata kepada ku: Barang
siapa yang harinya sama saja maka dia telah lalai, barang siapa yang hari ini
lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat, barang siapa yang tidak
mendapatkan tambahan maka dia dalam kerugian, barangsiapa yang dalam kerugian
maka kematian lebih baik baginya. (Iqtidha’ul ‘Ilmi Al ‘Amal, No.
196)
Siapakah laki-laki tersebut? Berikut ini uraian Imam
Zainuddin Al ‘Iraqi Rahimahullah:
حديث " من استوى يوما فهو
مغبون ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون " لا أعلم هذا إلا في منام لعبد
العزيز بن أبي رواد قال : رأيت النبي صلى الله عليه وسلم في النوم فقلت : يا رسول
الله أوصني ، فقال ذلك بزيادة في آخره . رواه البيهقي في الزهد .
Hadits: “Barang siapa yang harinya sama saja maka dia telah lalai,
barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat.” Saya tidak mengetahui hadits ini melainkan
ini hanyalah mimpi Abdul Aziz bin Abi Ruwad. Beliau berkata:
“Dalam tidur, Aku bermimpi melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah wasiatkanlah aku,” lalu Rasulullah
mengatakan hal itu dengan kalimat ziyadah (tambahannya) pada bagian
akhirnya. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Az Zuhd. (Takhrijul
Ahadits Al Ihya, 9/162)
Lihat juga keterangan ini dalam kitab lainnya. (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful
Khafa, 2/233, Imam Al Fatani, Tadzkiratul Maudhu’at, Hal. 22)
Ada pun kalimat tambahan yang dimaksud adalah:
ومن لم يكن على الزيادة فهو في النقصان
Barang siapa yang tidak mendapatkan tambahan maka dia dalam kerugian. (Kasyful
Khafa, 2/233)
Ada pula kalimat serupa yang semisal ini, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu:
من استوى يوماه فهو مغبون ومن كان آخر يومه شرا فهو
ملعون ومن لم يكن على الزيادة فكان على النقصان ومن كان على النقصان فالموت خير له
Barang siapa yang harinya sama saja maka dia telah
lalai, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat, barang siapa yang tidak mendapatkan
tambahan maka dia dalam kerugian, barangsiapa yang dalam kerugian maka kematian
lebih baik baginya. (At Tadzkirah fil Ahadits Musytahirah, Hal.
138, Al Firdaus bi Ma’tsur Al Khithab No. 5910)
Hadits ini didhaifkan oleh para imam. Imam Az Zarkasyi berkata tentang
riwayat ini:
اسنده صاحب مسند الفردوس من حديث محمد
ابن سوقة عن الحرث عن علي مرفوعا وهو اسناد ضعيف
Isnadnya pengarang Musnad Firdaus, dari hadits Muhammad bin Sauqah,
dari Al Harts dari Ali secara marfu’, dan dan ini adalah isnad yang dhaif. (At Tadzkirah fil Ahadits Musytahirah,
Hal. 138)
Imam As Sakhawi juga menyebut bahwa sanad riwayat dari Ali ini adalah dhaif.
(Al Maqashid Al Hasanah, 1/631), begitu pula dikatakan Imam ‘Ajluni.
(Kasyful Khafa, 2/233)
Jadi, bisa disimpulkan:
-
Ucapan
tersebut tidak benar disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dalam kehidupan nyata, melainkan mimpi dari Abdul Aziz bin Abi Ruwad
-
Riwayat
serupa yang berasal dari Ali bin Abi Thalib juga dhaif menurut para imam
hadits.
Pertanyaan kedua, hadits yang antum maksud adalah:
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
Sembilan dari sepuluh pintu rizki ada pada
perdagangan
Hadits ini diriwayatkan oleh:
-
Imam
As Suyuthi dalam Al Jami’ Ash Shaghir, 1/130, dari Nu’aim bin
Abdurrahman dan Jabir Ath Tha’i secara mursal.
-
Imam
Ibnul Atsir dalam An Nihayah fi Gharibil Hadits, 2/341
-
Imam
Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal, No. 9342, beliau
mengatakan bahwa hadits ini mursal.
-
Imam
Abu Ubaid dalam Al Gharib, 2/52, dengan sanad: Hasyim, Daud bin Abi
Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman, katanya: telah sampai kepadaku
bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (lalu di sebutkan)
-
Imam
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam Al Mathalib Al ‘Aliyah No. 1478, dengan
sanad: Khalid bin Abdullah, Daud bin Abi Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman,
katanya: telah sampai kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: (lalu di sebutkan)
-
Imam
Ad Dauri dalam Tarikh Ibnu Ma’in, 4/49. Ad Dauri berkata: “Aku
mendengar Yahya berkata: bahwasanya dijadikan sembilan dari sepuluh pintu rizki
ada pada perdagangan.”
-
Imam
Al Bushiri dalam Al Ittihaf No. 2730, dengan sanad: Khalid bin Abdullah,
Daud bin Abi Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman, katanya: telah sampai
kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (lalu di
sebutkan)
Imam As Suyuthi menghasankan hadits ini. (Al
Jami’ Ash Shaghir, 1/130)
Namun penghasanan tersebut telah dikritik imam lainnya. Imam Al Bushiri Rahimahullah
berkata: “Sanad hadits ini dhaif, karena Nu’aim bin Abdirrahman
seorang yang majhul (tidak dikenal).” (Al
Itthaf Al Khairah, 3/275, No. 2730).
Imam Al ‘Iraqi Rahimahullah berkata:
رواه إبراهيم الحربي في غريب الحديث من حديث نعيم
بن عبد الرحمن " تسعة أعشار الرزق في التجارة " ورجاله ثقات ، ونعيم هذا
قال فيه ابن منده : ذكر في الصحابة ولا يصح . وقال أبو حاتم الرازي وابن حبان :
إنه تابعي فالحديث مرسل
Diriwayatkan oleh Ibrahim Al Harbi dalam Gharibil Hadits, dari
Hadits Nu’aim bin Abdurrahman, dan perawinya terpercaya, ada pun Nu’aim ini
berkata Ibnu Mandah: Disebutkan sebagai
sahabat nabi, itu tidak benar. Berkata Abu Hatim Ar Razi dan Ibnu Hibban: “Dia
adalah tabi’i, maka hadits ini mursal.” (Takhrij Ahadits Al Ihya,
4/76).
Keterangan tentang Nu’aim bin Abdurrahman Al Azdi Al Bashri bahwa dia bukan seorang sahabat nabi, tetapi
generasi tabi’in, dan hadits darinya adalah mursal, telah disebutkan
dalam beberapa kitab. (Imam Ibnul Atsir, Usadul Ghabah, Hal. 1072. Al
Hafizh Ibnu Hajar, Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, 6/510. Imam Ibnu
Abi Hatim, Al Jarh wat Ta’dil, 8/461. Imam Abu Zur’ah Al ‘Iraqi, Tuhfatut
Tahshil fi Dzikri Ruwatil Marasil, Hal. 328. Imam Al Munawi, Faidhul
Qadir, 3/322)
Hadits mursal merupakan jenis dari hadits dhaif, karena munqathi’, yakni terputus sanadnya,
yaitu seorang tabi’in meriwayatkan ucapan ini langsung ke nabi, tanpa melalui
sahabat nabi.
Jadi, tentang hadits ini mayoritas ulama mengatakan dhaif sebagaimana
dikatakan oleh Imam Al ‘Iraqi, Imam Al Bushiri, juga Syaikh Al Albani (Dhaiful
Jami’ No. 2434, As Silsilah Adh Dhaifah No. 3402). Kedhaifannya
lebih kuat karena dua faktor. Pertama, kepribadian Nu’aim bin
Abdurrahman yang tidak diketahui. Kedua, dia meriwayatkan hadits
ini secara mursal, tidak melalui sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, dan kemursalan ini masyhur.
Namun, walau pun hadits ini dhaif, bisa jadi secara makna adalah
benar. Pada kenyataannya berdagang merupakan induk semua mata pencaharian. Baik
itu petani, nelayan, industri, guru,
dokter, wartawan, dan lainnya, tidak akan lepas dari aktifitas tijarah
(perniagaan), pasti semua akan berhubungan dengan jual-beli, baik secara
langsung atau tidak.
Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:
وهذا لا يقتضي أفضلية التجارة على الصناعة والزراعة
لأنه إنما يدل على أن الرزق في التجارة أكثر ولا تعارض بين الأكثرية والأفضلية
Ini tidak menunjukkan keutamaan berdagang di atas industri dan pertanian,
ini hanya menunjukkan bahwa rizki dari perdagangan lebih banyak, dan tidak ada
pertentangan antara jumlahnya yang lebih banyak dan lebih keutamaannya. (Faidhul
Qadir, 3/322)
Demikian.
Wallahu A’lam

Farid Nu'man Hasan